Hukum adat adalah hukuman yang sudah mendarah daging dan di anut oleh kelompok masyarakat di suatu wilayah tertentu sebagai sumber hukum tetapi tidak mengacu pada undang undang yang berlaku tetapi mengacu terhadap adat istiadat di wilayah masing masing. Dalam hukum adat ini mereka yang melanggar akan menganggap mendapatkan hukuman (kualat) karna melanggarnya. Hukuman adat yang berlaku di setiap tempat/daerah biasanya tidak sama satu dengan lainnya.
Tiap bangsa didunia ini memiliki adat
kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Justru oleh
karena ketidak samaan itu kita dapat mengatakan bagwa adat itu merupakan unsur yang terpenting yang
memberikan identitas kedpa bangsa yang bersangkutan. Tingkatan peradaban,
maupun cara penghidupan yang modern, ternyata tidak mampu menghilangkan adat
kebiasaan yang hidup dalam masyarakat paling-paling yang terlihat dalam proses
kemajuan zaman itu adalah, bahwa adat tersebut menyesuaikan diri dengan keadaan
dan kehendak zaman, sehingga adat itu menjadi kekal serta tetap segar.
Dalam kepustakaan Hukum Adat orang
yang pertama kali memakai istilah hukum adat yaitu Prof. Dr.C.Snouk
Hurgronye dalam bukunya De Atjehers
hukum ada dalam kenyataan di
masyarakat tidak statis mrngikuti perkembangan jaman dan diikuti unsur-unsur
pembentukannya
unsur-unsur pembentuk
hukum ada dua yaitu:
- Unsur Kenyataan
Adat dalam keadaan sama
selalu di taati oleh masyarakat
- Unsur Psikologis
Ada keyakinan dari masyarakay, bahwa
hukum adat mempunyai kekuatan untuk di taati sehingga menimblkan kewajiban
hukum, jadi apabila orang tersebut di masyarakat tidak menjalankan ketentuan
hukum adat dengan baik di nilai oleh masyarakat kurang baik.
Hukum adat juga mempunyai
beberapa ciri ciri ialah :
1.
Tidak tertulis dalam bentuk perundangan
dan tidak dikodifikasi.
2.
Tidak tersusun secara sistematis.
3.
Tidak dihimpun dalam bentuk kitab
perundangan.
4.
Tidak tertatur.
5.
Keputusannya tidak memakai konsideran
(pertimbangan).
6.
Pasal-pasal aturannya tidak sistematis
dan tidak mempunyai penjelasan.
Contoh hukum adat di
Aceh
Nilai-nilai tradisi dalam peradilan adat Aceh ini seharusnya
tetap dijaga dan dilestarikan serta diperbaiki pelaksanaannya. Karena, kalau
mau jujur, pelaksanaan peradilan adat kadang masih meminggirkan kaum perempuan
dan kaum marginal.
Keadaan tersebut terjadi karena beberapa sebab antara lain
belum adanya perwakilan perempuan dan kaum marginal yang memadai dalam
perangkat adat di gampong yang melaksanakan peradilan adat.
Peradilan adat
jarang melibatkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan.
Biasanya kaum perempuan dan marginal
diwakilkan oleh semacam wali. Bila mereka terlibat langsung, biasanya tidak
lebih berperan sebagai saksi. Peradilan adat sedang menghadapi ancaman kepunahan
di Aceh. Sebabnya adalah pengakuan negara masih sangat kurang terhadap
keberadaannya. Selain itu, mulai kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap
peradilan adat dan masyarakat cenderung lebih memilih alternatif penyelesaian
hukum yang lain.
Bila keadaan ini berlangsung terus
menerus, kekhawatiran akan punahnya peradilan adat di Aceh besar kemungkinan
akan terjadi. Keputusan peradilan adat bisa beragam. Untuk kasus yang sama,
keputusan bisa berbeda. Beda tempat juga bisa mempengaruhi berbedanya keputusan
peradilan adat. Beberapa jenis sanksi peradilan adat yang umum dijatuhkan
sebagai keputusan adat antara lain:
Nasihat Keputusan, hukuman ringan utuk kasus yang ringan berupa kata- kata nasihat atau wejangan dari tokoh adat kepada seseorang yang melakukan kesalahan, misalnya adanya
permasalahan fitnah dan gosip yang tidak ada buktinya atau pertengkaran
mulut antara warga karena masalah kecil.
Teguran, Hampir sama dengan nasehat, teguran
diberikan oleh pihak yang mengadili (perangkat desa/mukim) kepada yang
melakukan kesalahan. Permintaan maaf, keputusan permintaan maaf sangat
tergantung kepada kasus. Dalam kasus yang bersifat pribadi, permintaan maaf juga
dilakukan oleh seorang yang bersalah kepada korbannya secara langsung
secara pribadi. Namun adakalanya permintaan maaf dilakukan secara umum
karena melanggar ketertiban umum. Misalnya penduduk desa yang tinggal bersama (lawan jenis) tetapi belum terikat dalam perkawinan, menurut warga desa mereka harus meminta maaf karena dianggap sudah mengotori desa
Diyat, Dalam sanksi ini pelaku membayar denda kepada
korban sesuai dengan kasus atau masalah yang terjadi. Dalam kasus yang
menyebabkan keluarnya darah atau meninggal dunia, maka hukuman dan denda
dinamakan dengan diyat. Diyat dilakukan dengan mebayar uang atau
terhantung keputusan ureung tuha gampong (peradilan adat). Denda Hukuman denda
dijatuhkan sesuai dengan kasus yang terjadi. Denda juga bisa digantikan dengan
wujud tidak mendapatkan pelayanan dari perangkat desa selama waktu yang
tertentu.
Ganti Rugi Hampir, sama dengan denda. Ganti rugi
biasanya dijatuhkan pada kasus pencurian dan atau kecelakaan lalu lintas.
Dikucilkan Hukuman bisa juga diberikan oleh warga desa kepada seseorang yang
sering membuat masalah di suatu desa. Misalnya seseorang yang tidak pernah
ikut membantu berbagai macam kegiatan di desa atau tidak peduli terhadap
sekitarnya, maka ia akan dikucilkan. Artinya, jika ia mengalami masalah
dan atau ada memiliki hajatan maka masyarakat tidak peduli dan tidak
membantu orang tersebut mengatasi masalah.
Dikeluarkan dari Gampong, Seorang yang melanggar adat bisa
juga dikeluarkan dari gampong oleh masyarakat. Pencabutan Gelar Adat Hal ini
dilakukan bila perangkat adat di desa terbukti melawan hukum adat. Misalnya
kalau seorang teungku meunasah terbukti melakukan khalwat ia akan langsung
dicabut gelar teungku dan tidak berhak lagi memimpin upacara keagamaan.
Toep Meunalee Sanksi ini dikenakan kepada seseorang yang menuduh tanpa adanya
bukti. Maka orang yang menuduh, karena sudah mencemarkan nama baik orang
yang dituduh, ia harus membayar denda dengan nama toep meunalee (menutup
malu).
Daftar pustaka
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/blue_anita/hukum-adat-di-aceh_5519372a8133114f759de0fc
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/blue_anita/hukum-adat-di-aceh_5519372a8133114f759de0fc