Sabtu, 05 Maret 2016

HUKUM ADAT DI DAERAH ACEH


Hukum adat adalah hukuman yang sudah mendarah daging dan di anut oleh kelompok masyarakat di suatu wilayah tertentu sebagai sumber hukum  tetapi tidak mengacu pada undang undang yang berlaku tetapi mengacu terhadap adat istiadat di wilayah masing masing. Dalam hukum adat ini mereka yang melanggar akan menganggap mendapatkan hukuman (kualat) karna melanggarnya. Hukuman adat yang berlaku di setiap tempat/daerah biasanya tidak sama satu dengan lainnya.

 Tiap bangsa didunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang  lainnya tidak sama. Justru oleh karena ketidak samaan itu kita dapat mengatakan bagwa adat  itu  merupakan unsur yang terpenting yang memberikan identitas kedpa bangsa yang  bersangkutan. Tingkatan peradaban, maupun cara penghidupan yang modern, ternyata tidak  mampu menghilangkan adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat paling-paling yang    terlihat dalam proses kemajuan zaman itu adalah, bahwa adat tersebut menyesuaikan diri    dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga adat itu menjadi kekal serta tetap segar.

  Dalam kepustakaan Hukum Adat orang yang pertama kali memakai istilah hukum adat yaitu   Prof. Dr.C.Snouk Hurgronye dalam bukunya De Atjehers
  hukum ada dalam kenyataan di masyarakat tidak statis mrngikuti perkembangan jaman dan   diikuti unsur-unsur pembentukannya
    unsur-unsur pembentuk hukum ada dua yaitu:
  1. Unsur Kenyataan
Adat dalam keadaan sama selalu di taati oleh masyarakat

  1. Unsur Psikologis
Ada keyakinan dari masyarakay, bahwa hukum adat mempunyai kekuatan untuk di taati sehingga menimblkan kewajiban hukum, jadi apabila orang tersebut di masyarakat tidak menjalankan ketentuan hukum adat dengan baik di nilai oleh masyarakat kurang baik.

Hukum adat juga mempunyai beberapa ciri ciri ialah :

1.      Tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak dikodifikasi.
2.      Tidak tersusun secara sistematis.
3.      Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan.
4.      Tidak tertatur.
5.      Keputusannya tidak memakai konsideran (pertimbangan).
6.      Pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan.

Contoh hukum adat di Aceh

Nilai-nilai tradisi dalam peradilan adat Aceh ini seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan serta diperbaiki pelaksanaannya. Karena, kalau mau jujur, pelaksanaan peradilan adat kadang masih meminggirkan kaum perempuan dan kaum marginal.
Keadaan tersebut terjadi karena beberapa sebab antara lain belum adanya perwakilan perempuan dan kaum marginal yang memadai dalam perangkat adat di gampong yang melaksanakan peradilan adat.
Peradilan adat jarang melibatkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan.  

Biasanya kaum perempuan dan marginal diwakilkan oleh semacam wali. Bila mereka terlibat langsung, biasanya tidak lebih berperan sebagai saksi. Peradilan adat sedang menghadapi ancaman kepunahan di Aceh. Sebabnya adalah pengakuan negara masih sangat kurang terhadap keberadaannya. Selain itu, mulai kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap peradilan adat dan masyarakat cenderung lebih memilih alternatif penyelesaian hukum yang lain.

Bila keadaan ini berlangsung terus menerus, kekhawatiran akan punahnya peradilan adat di Aceh besar kemungkinan akan terjadi. Keputusan peradilan adat bisa beragam. Untuk kasus yang sama, keputusan bisa berbeda. Beda tempat juga bisa mempengaruhi berbedanya keputusan peradilan adat. Beberapa jenis sanksi peradilan adat yang umum dijatuhkan sebagai keputusan adat antara lain:

Nasihat Keputusan, hukuman ringan utuk kasus yang ringan berupa kata- kata nasihat atau wejangan dari tokoh adat kepada seseorang yang melakukan kesalahan, misalnya adanya permasalahan fitnah dan gosip yang tidak ada buktinya atau pertengkaran mulut antara warga karena masalah kecil. 

Teguran, Hampir sama dengan nasehat, teguran diberikan oleh pihak yang mengadili (perangkat desa/mukim) kepada yang melakukan kesalahan. Permintaan maaf, keputusan permintaan maaf sangat tergantung kepada kasus. Dalam kasus yang bersifat pribadi, permintaan maaf juga dilakukan oleh seorang yang bersalah kepada korbannya secara langsung secara pribadi. Namun adakalanya permintaan maaf dilakukan secara umum karena melanggar ketertiban umum. Misalnya penduduk desa yang tinggal bersama (lawan jenis) tetapi belum terikat dalam perkawinan, menurut warga desa mereka harus meminta maaf karena dianggap sudah mengotori desa 

Diyat,  Dalam sanksi ini pelaku membayar denda kepada korban sesuai dengan kasus atau masalah yang terjadi. Dalam kasus yang menyebabkan keluarnya darah atau meninggal dunia, maka hukuman dan denda dinamakan dengan diyat. Diyat dilakukan dengan mebayar uang atau terhantung keputusan ureung tuha gampong (peradilan adat). Denda Hukuman denda dijatuhkan sesuai dengan kasus yang terjadi. Denda juga bisa digantikan dengan wujud tidak mendapatkan pelayanan dari perangkat desa selama waktu yang tertentu.

Ganti Rugi Hampir, sama dengan denda. Ganti rugi biasanya dijatuhkan pada kasus pencurian dan atau kecelakaan lalu lintas. Dikucilkan Hukuman bisa juga diberikan oleh warga desa kepada seseorang yang sering membuat masalah di suatu desa. Misalnya seseorang yang tidak pernah ikut membantu berbagai macam kegiatan di desa atau tidak peduli terhadap sekitarnya, maka ia akan dikucilkan. Artinya, jika ia mengalami masalah dan atau ada memiliki hajatan maka masyarakat tidak peduli dan tidak membantu orang tersebut mengatasi masalah.

Dikeluarkan dari Gampong, Seorang yang melanggar adat bisa juga dikeluarkan dari gampong oleh masyarakat. Pencabutan Gelar Adat Hal ini dilakukan bila perangkat adat di desa terbukti melawan hukum adat. Misalnya kalau seorang teungku meunasah terbukti melakukan khalwat ia akan langsung dicabut gelar teungku dan tidak berhak lagi memimpin upacara keagamaan. Toep Meunalee Sanksi ini dikenakan kepada seseorang yang menuduh tanpa adanya bukti. Maka orang yang menuduh, karena sudah mencemarkan nama baik orang yang dituduh, ia harus membayar denda dengan nama toep meunalee (menutup malu).
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar