Jepang masuk ke Indonesia
penjajahan Jepang di Indonesia
dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring
dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Presiden RI Soekarno.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Ekonomi Perang Masa Pendudukan Jepang - Pada jaman pendudukan Jepang
kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita. Lemahnya ekonomi rakyat berawal dari
sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika mengalami kekalahan dari Jepang pada
bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan ekonomi menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi
berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang. Langkah pertama yang
dilakukan Jepang adalah merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan,
alat-alat transportasi dan komunikasi. Selanjutnya Jepang menyita seluruh
kekayaan musuh dan dijadikan hak milik Jepang, seperti perkebunan-perkebunan,
bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, telekomunikasi dan lainlain.
Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam melakukan serangan ke luar
negaranya tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan ekonomi pemerintah
pendudukan Jepang diprioritaskan untuk kepentingan perang. Perkebunan kopi, teh
dan tembakau yang dianggap sebagai barang kenikmatan dan kurang bermanfaat bagi
kepentingan perang diganti dengan tanaman penghasil bahan makanan dana tanaman
jarak untuk pelumas.
Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo
dilaksanakan secara konsekuen dalam wilayah yang diduduki oleh angkatan
perangnya. Setiap lingkungan daerah harus melaksanakan autarki (berdiri di atas
kaki sendiri), yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17
lingkungan autarki, Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang
diperintah Angkatan Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena
dengan sistem desentralisasi maka Jawa merupakan bagian daripada “Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” mempunyai dua tugas,
yakni:
·
memenuhi kebutuhan sendiri untuk tetap bertahan,
·
mengusahakan produksi barang- barang untuk kepentingan
perang.
Seluruh kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan Jepang untuk
biaya perang. Bahan makanan dihimpun dari rakyat untuk persediaan prajurit
Jepang seharihari, bahkan juga untuk keperluan perang jangka panjang. Beberapa
tindakan Jepang dalam memeras sumber daya alam dengan cara-cara berikut ini :
1) Petani wajib menyetorkan hasil panen
berupa padi dan jagung untuk keperluan konsumsi militer Jepang. Hal ini
mengakibatkan rakyat menderita kelaparan.
2) Penebangan hutan secara
besar-besaran untuk keperluan industri alat-alat perang, misalnya kayu jati
untuk membuat tangkai senjata. Pemusnahan hutan ini mengakibatkan banjir dan
erosi yang sangat merugikan para petani. Di samping itu erosi dapat mengurangi
kesuburan tanah.
3) Perkebunan-perkebunan yang tidak ada
kaitannya dengan keperluan perang dimusnahkan, misalnya perkebunan tembakau di
Sumatera. Selanjutnya petani diwajibkan menanam pohon jarak karena biji jarak
dijadikan minyak pelumas mesin pesawat terbang. Akibatnya petani kehilangan
lahan pertanian dan kehilangan waktu mengerjakan sawah. Sedangkan untuk
perkebunan-perkebunan kina, tebu, dan karet tidak dimusnahkan karena tanaman
ini bermanfaat untuk kepentingan perang.
4) Penyerahan ternak sapi, kerbau dan
lain-lain bagi pemilik ternak. Kemudian ternak dipotong secara besar-besaran
untuk keperluan konsumsi tentara Jepang. Hal ini mengakibatkan hewan-hewan
berkurang padahal diperlukan untuk pertanian, yakni untuk membajak. Dengan dua
tugas inilah maka serta kekayaan pulau Jawa menjadi korban dari sistem ekonomi
perang pemerintah pendudukan Jepang.
Cara yang ditempuh untuk pengerahan tenaga Romusha ini
dengan bujukan, tetapi apabila tidak berhasil dengan cara paksa. Untuk menarik
simpati penduduk, Jepang mengatakan bahwa Romusha adalah pahlawan pekerja yang
dihormati atau prajurit ekonomi. Mereka digambarkan sebagai orang yang sedang
menunaikan tugas sucinya untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Sedangkan
panitia pengerah Romusha disebut Romukyokai. Di samping rakyat, bagi para
pamong praja dan pegawai rendahan juga melakukan kerja bakti sukarela yang
disebut Kinrohoshi. Pemimpin-pemimpin Indonesia membantu pemerintah Jepang
dalam kegiatan Romusha ini. Bung Karno memberi contoh berkinrohonsi (kerja
bakti), Bung Hatta memimpin Badan Pembantu Prajurit Pekerja atau Romusha. Ali
Sastroamijoyo, S.H. mempelopori pembaktian barang-barang perhiasan rakyat untuk
membantu biaya perang Jepang.
Akibat dari Romusha ini jumlah pria di kampung-kampung
semakin menipis, banyak pekerjaan desa yang terbengkelai, ribuan rakyat tidak
kembali lagi ke kampungnya, karena mati atau dibunuh oleh Jepang. Coba bandingkan
dengan rodi pada jaman penjajahan Belanda! Untuk mengawasi penduduk atas
terlaksananya gerakan-gerakan Jepang maka dibentuklah tonarigumi (rukun
tetangga) sampai ke pelosok pelosok pedesaan. Dengan demikian sumber daya
manusia rakyat Indonesia khususnya di Jawa dimanfaatkan secara kejam untuk
kepentingan Jepang. Akibat dari tekanan politik, ekonomi, sosial maupun
kultural ini menjadikan mental bangsa Indonesia mengalami ketakutan dan
kecemasan.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar