Dominasi SDA di Indonesia
Dominasi perusahaan asing di Indonesia
Dalam kesempatan kali
ini saya ingin sedikit membahas dominasi asing dalam pengelolaan SDA di
Indonesia. Seperti yang kita ketahui, SDA Indonesia sangat melimpah ruah, hal
ini membuat bangsa lain tertarik dengan Indonesia. Namun sayang, SDM kita
jumlahnya masih sedikit ketimbang dengan SDAnya. Saya rasa dengan sedikitnya
SDM pun kita masih bisa mengelola SDA kita dengan mandiri, namun banyak dari
SDM kita yang memilih mengelola SDA negeri orang lain dengan alasan materi. Gak
salah sih, zaman sekarang siapa sih yang tidak mau uang ?
Sejak zaman Alm
Presiden Soekarno, banyak perusahaan asing yang ingin mengambil alih SDA
Indonesia, namun Presiden Soekarno menolaknya, menurut dia perusahaan asing
hanyalah monopoli keuangan, kapitalisme, dan neolib. Presiden Soekarno juga
pernah menolak bantuan dari IMF yang menurut dia hanya akan memberati keuangan
negara. Soekarno percayaan dengan kemampuan rakyatnya sendiri.
Banyak perusahaan asing
yang menekan kontrak dengan pemerintahan Indonesia sejak era pemerintahan
Alm.Soehartom hingga sekarang (Presiden SBY) telah mengakar di negeri ini,
contoh saja Freeport, Chevron, Shell, Suzuki, Honda, Yamaha, dll. Yang perlu di
perhatikan adalah agar kepemilikan saham asing di industri nasional tidak
begitu dominan, sebab bila itu terjadi
maka perekonomian nasional bisa pincang.
Dominasi pihak asing
kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian.
Pemerintah disarankan menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya
lebih merata dirasakan rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan
global. Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan
nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan
Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus
bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen. Hanya 15
bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu, sebagian sudah dimiliki
asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada pada 47 bank dengan
porsi bervariasi.
Tak hanya perbankan,
asuransi juga didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang
beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia.
Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar
hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah
perusahaan asing. Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal,
memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80
persen saham perusahaan asuransi.
Pasar modal juga
demikian. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham
perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Pada badan usaha
milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi,
kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen. Lebih tragis lagi di sektor minyak
dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75
persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas
Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional
mencapai 50 persen pada 2025.
Tinggal masalah teknis.
Karena tak gampang asing dipaksa melepaskan kepemilikannya begitu saja. Jadi ya
pakai tenggat waktu yang cukup misalnya 10 tahun harus dilepas ke pihak
nasional dalam porsi tertentu. Dan mudah-mudahan di kurun waktu tersebut swasta
nasional juga sudah punya sumber keuangan yang cukup untuk membeli saham asing
tersebut.
Dengan kepemilikan
nasional yang lebih dari asing pada sektor-sektor strategis, diyakini
perputaran perekonomian nasional akan semakin kuat dan baik. Kebangkitan
ekonomi nasional yang diinginkan banyak orang akan benar-benar terjadi.
Tapi benarkah akan
seperti itu? Semuanya kembali pada mentalitas bangsa dan kepemimpinan nasional.
Indonesia pernah melakukan nasionalisasi kepemilikan asing di masa lalu. Dan
kemudian kembali asing mendominasi. Jangan-jangan permasalahannya bukan pada
berapa besar kepemilikan nasional, tapi bagaimana mengelola seberapapun yang
kita miliki.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar