Garis kemiskinan
Garis kemiskinan di
Indonesia secara luas digunakan pertama kali dikenalkan oleh Sajogyo pada tahun
1964 yang diukur berdasarkan konsumsi setara beras per tahun. Menurut Sajogyo
terdapat tiga ukuran garis kemiskinan yaitu miskin, sangat miskin dan melarat
yang diukur berdasarkan konsumsi per kapita per tahun setara beras sebanyak 480
kg, 360 kg dan 270 kg untuk daerah perkotaan dan 320 kg, 240 kg dan 180 kg
untuk daerah pedesaan (Arndt, Pembangunan dan Pemerataan, hal 58, 1987). BPS
menghitung jumlah dan persentase penduduk miskin (head count index) yaitu
penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan berdasarkan data hasil Survey
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Garis kemiskinan yang merupakan dasar
penghitungan jumlah penduduk miskin dihitung dengan menggunakan pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach) yaitu besarnya rupiah yang dibutuhkan
untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan atau lebih
dikenal dengan garis kemiskinan makanan dan non makanan.
Garis kemiskinan
makanan yang dimaksud adalah pengeluaran konsumsi per kapita per bulan yang
setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari. Sedangkan garis kemiskinan non
makanan adalah besarnya rupiah untuk memenuhi kebutuhan non makanan seperti
perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan, pakaian dan barang atau jasa
lainnya. Komponen garis kemiskinan makanan adalah nilai rupiah yang dikeluarkan
untuk memenuhi 52 komoditi makanan terpilih hasil Susenas modul konsumsi.
Sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah nilai rupiah dari 27 sub kelompok
pengeluaran yang terdiri atas Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI,
2010.22 Universitas Indonesia 51 jenis komoditi dasar non makanan di perkotaan
dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Dapat disimpulkan secara umum bahwa
kemiskinan absolut adalah kondisi kemiskinan yang terburuk yang diukur dari
tingkat kemampuan suatu keluarga dalam membiayai kebutuhan yang paling minimal
untuk dapat hidup sesuai dengan taraf hidup kemanusiaan yang paling rendah.
Oleh karena itu, penelitian ini selanjutnya mengacu kepada defenisi kemiskinan
tersebut
Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif pada dasarnya menunjuk pada perbedaan relatif tingkat
kesejahteraan antar kelompok masyarakat. Mereka yang berada dilapis terbawah
dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat digolongkan sebagai
penduduk miskin. Dalam kategori seperti ini, dapat saja mereka yang digolongkan
sebagai miskin sebenarnya sudah dapat mencukupi hak dasarnya, namun tingkat
keterpenuhannya berada dilapisan terbawah. Kemiskinan relatif memahami
kemiskinan dari dimensi ketimpangan antar kelompok penduduk. Pendekatan
ketimpangan tidak berfokus pada pengukuran garis kemiskinan, tetapi pada
besarnya perbedaan antara 20 atau 10 persen masyarakat paling bawah dengan 80
atau 90 persen masyarakat lainnya. Kajian yang berorientasi pada pendekatan
ketimpangan tertuju pada upaya memperkecil perbedaan antara mereka yang berada
dibawah (miskin) dan mereka yang makmur dalam setiap dimensi statifikasi dan
diferensiasi sosial. Ketimpangan merupakan suatu permasalahan yang berbeda
dengan kemiskinan. Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk
miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan dan perlu
disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis
kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan
antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang
sama. World Bank mengelompokkan penduduk kedalam tiga kelompok sesuai dengan
besarnya pendapatan: 40 persen penduduk dengan pendapatan rendah, 40 persen
penduduk dengan pendapatan menengah dan 20 persen penduduk
dengan pendapatan
tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah
pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40 persen terendah
dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Kategori ketimpangan ditentukan
dengan menggunakan kriteria seperti berikut: Jika proporsi jumlah pendapatan
dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan
seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan
tinggi. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40
persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen
dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang. Jika proporsi jumlah pendapatan
dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan
seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan
rendah
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar