Pertumbuhan,
Kesenjangan dan Kemiskinan
Data 1970 – 1980
menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat
kesenjangan ekonomi.
Semakin tinggi
pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan
simiskin.
Penelitian di Asia
Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan
198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak
awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland,
Inggris dan Swedia
Janti (1997)
menyimpulkan è
semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh
pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik.
Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala
keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan
keluarga.
Hipotesis Kuznetsè
ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per
kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.
Dengan data cross
sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa
relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U
terbalik.
Hasil ini
menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari
ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) è
Pada awal proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai
akibat proses urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan,
ketimpangan menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga
kerja dari desa atau produksi atau
penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.
Banyak studi untuk
menguji hipotesis Kuznets dengan hasil:
a. a. Sebagian besar
mendukung hipotesis tersebut, tapi sebagian lain menolak
b. Hubungan
positif pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka
panjang dan ada di DC’s
c. Kurva
bagian kesenjangan (kiri) lebih tidak stabil daripada porsi kesenjangan menurun
sebelah kanan.
Deininger dan Squire
(1995) dengan data deret waktu mengenai indeks Gini dari 486 observasi dari 45
LDC’s dan DC’s (tahun 1947-1993) menunjukkan indeks Gini berkorelasi positif
antara tahun 1970an dengan tahun 1980an dan 1990an.
Anand dan Kanbur (1993)
mengkritik hasil studi Ahluwalia (1976) yang mendukung hipotesis Kuznets.
Keduanya menolak hipotesis Kuznets dan menyatakan bahwa distribusi pendapatan
tidak dapat dibandingkan antar Negara, karena konsep pendapatan, unit populasi
dan cakupan survey berbeda.
Ravallion dan Datt
(1996) menggunakan data India:
§ proxy
dari pendapatan perkapita dengan melogaritma jumlah produk domestik (dalam
nilai riil) per orang (1951=0)
§ proxy
tingkat kesenjangan adalah indeks Gini dari konsumsi perorang (%)
Hasilnya menunjukkan
tahun 1950an-1990an rata-rata pendapatan perkapita meningkat dan tren
perkembangan tingkat kesenjangan menurun (negative).
Ranis, dkk (1977) untuk
China menunjukkan korelasi negative antara pendapatan dan kesenjangan.
Hubungan Pertumbuhan
dan Kemiskinan.
Hipotesis Kuznets: Pada
tahap awal pembangunan tingkat kemiskinan meningkat dan pada tahap akhir
pembangunan tingkat kemiskinan menurun.
Faktor yang berpengaruh
pada tingkat kemiskinan:
a) Pertumbuhan
b) Tingkat
pendidikan
c) Struktur
ekonomi
Wodon (1999)
menjelaskan hubungan pertumbuhan output dengan kemiskinan diekspresikan dalam:
Log Gkt = α
+ βLog Wkt + αt + ∑kt
Dimana:
·
Gkt :
Indeks gini untuk wilayah k pada periode t
·
Wkt :
Rata-rata konsumsi/pendapatan riil (rasio kesejahteraan) diwilayah k pada
periode t
·
αt : Efek lokasi yang tetap
·
∑kt :
Term kesalahan
Dalam
persamaan tersebut, elastisitas ketidakmerataan distribusi pendapatan terhadap
pertumbuhan merupakan komponen kunci dari perbedaan antara efek bruto
(ketimpangan konstan) dan efek neto (efek dari perubahan ketimpangan) dari
pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan.
·
g : efek bruto
(ketimpangan konstan)
·
l : efek neto (efek dari perubahan ketimpangan)
·
b : elatisitas
ketimpangan terhadap pertumbuhan
·
d : elastisitas
kemiskinan terhadap ketimpangan
maka,
Λ = γ + βδ
Elatisitas ketimpangan
terhadap pertumbuhan dan elastisitas kemiskinan terhadap ketimpangan diperoleh
dengan persamaan:
Log Pkt = w
+ Log Wkt + Log Gkt + wk + vkt
Dimana:
·
Pkt :
Kemiskinan diwilayah k pada periode t
·
Gkt :
Indeks gini untuk wilayah k pada periode t
·
Wkt :
Rata-rata konsumsi/pendapatan riil (rasio kesejahteraan)
diwilayah k pada
periode t
·
Wk :
efek-efek yang tetap
·
vkt
:term kesalahan
Studi empiris di LDC’s
menunjukkan ada korelasi yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan.
Studi lain menunjukkan bahwa kemiskinan berkorelasi dengan pertumbuhan output
(PDB) atau Pendapatan nasional baik secara agregat maupun disektor-sektor
ekonomi secara individu.
a) Ravallion
dan Datt (1996) dengan data dari India menemukan bahwa pertumbuhan output
disektor-sektor primer khususnya pertanian jauh lebih efektif terhadap
penurunan kemiskinan dibandingkan dengan sector sekunder.
b) Kakwani
(2001) untuk data dari philipiana menunjukkan hasil yang sama dengan Ravallion
dan Datt. Peningkatan output sektor pertanian 1% mengurangi jumlah kemiskinan
1% lebih sedikit. Peningkatan output sektor industri 1% mengurangi jumlah
kemiskinan 0,25 saja.
c) Mellor
(2000) menjelaskan ada tendensi partumbuhan ekonomi (terutama pertanian)
mengurangi kemiskinan baik secara mangsung maupun tidak langsung.
d) Hasan
dan Quibria (2002) menyatakan ada hubungan antara pertumbuhan dengan kemiskinan
e) ADB
(1997) untuk NIC’s Asia Tenggara (Taiwan, Korsel, dan Singapura) menunjukkan
pertumbuhan output di sector industri manufaktur berdampak positif terhadap
peningkatan kesempatan kerja dan penurunan kemiskinan
f) Dolar
dan Kraay (2000) menunjukkan elastisitas pertumbuhan PDB (pendapatan) perkapita
dari kelompok miskin adalah 1%
(pertumbuhan rata-rata 1% meningkatkan pendapatan masyarakat miskin 1%).
g) Timmer
(1997) menyimpulkan bahwa elastisitas pertumbuhan PDB (pendapatan) perkapita
dari kelompok miskin adalah 8% artinya kurang dari proporsional keuntungan bagi
kelompok miskin dari pertumbuhan ekonomi
Untuk mengukur pengaruh
pertumbuhan sektoral terhadap tingkat kemiskinan digunakan:
Ln P= a + b1
Ln Y1 + b2 Ln Y2 + b3 Ln Y3
+ u + R
Dimana:
P : Fraksi dari jumlah
populasi dengan pengeluaran konsumsi dibawah pengeluaran minimum yang telah
ditetapkan sebelumnya (garis kemiskinan)
Y : Tingkat output per
kapita untuk sector pertanian, inustri pengolahan, dan jasa
u dan R:term kesalahan
Ada
korelasi yang negative antara tingkat pendapatan dan kemiskinan (semakin tinggi
tingkat pendapatan perkapita, semakin rendah tingkat kemiskinan). Nilai koefisien
korelasi untuk 4 wilayah.
Daftar Pustaka :
kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/
4-KEMISKINAN+DAN+KESENJANGAN.doc pertumbuhan kesenjangan dan kemiskinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar